Jumat, 17 April 2015

RANGKUL..........BUKAN DEPAK!!!!!


Oleh: Pdt. Yuda D. Hawu Haba, M.Th
(Ketua Badan Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Sinode GMIT - BPPPPS)

ANDAIKAN kita sebagai orang Kupang mengalami penderitaaan, pengadilan yang tidak adil, menerima hukuman yang paling berat, ditinggalkan oleh para sahabatnya, maka sesudah orang yang terhukum bebas, apa katanya? Penulis yakin ia akan bilang: parsetan, farek, toe deng dia untuk apa… Bagaimana dengan Yesus yang bangkit itu? Sikapnya sebagai pemenang atas kuasa maut berbeda dengan manusia dunia yang terbatas. Setelah kebangkitan-Nya, justru Ia menampakkan diri kepada murid-murid yang meninggalkan-Nya sejak penangkapan di Getsemani hingga penyaliban-Nya di Golgota. Sesudah Ia bangkit dan bertemu para murid Ia tidak bilang, “hai kamu pengecut yang tidak becus”, melainkan Ia menyampaikan “Damai Sejahtera”. Ia mau merangkul mereka yang tercerai-barai menjadi suatu persekutuan baru yang solid lagi terpercaya dan tidak mendepaknya karena dianggap tidak solider, kurang bertanggung jawab, dlsbg. Ia tidak kompromi dengan dosa, dan Ia membiarkan manusia berkubang dalam dosa.

Maksud penampakkan Yesus kepada para murid bermakna ganda yaitu: supaya mereka percaya bahwa Ia benar-benar bangkit dan mempersiapkan mereka untuk menjadi duta Kristus di dunia ketika Ia kembali ke takhta-Nya dan memerintah kita dari sorga. Meski demikian, ada murid-Nya yang tidak percaya dan membutuhkan bukti untuk dapat mempercayai sesuatu, termasuk dalam hal yang sangat sederhana. Kenyataan, tatkala kita ingin membangun relasi dengan seseorang dan selanjutnya menjadi sahabat, maka paling tidak kita membutuhkan sejumlah hal seperti perasaan, tindakan atau apapun yang dapat kita jadikan sebagai alasan atau bukti untuk meyakinkan bahwa orang tersebut dapat dipercaya dan dapat menjadi sahabat kita.

Dalam pengakuan dan pemahaman iman kita, kebangkitan Kristus diterima dan dihayati sebagai pusat iman kristiani. Percaya akan kebangkitan Kristus adalah mempercayakan diri kepada yang illahi itu sendiri yang mempunyai kuasa untuk mengubah hati manusia. Bukan semata-mata segala sesuatu harus didasarkan pada bukti fisik melainkan mempercayakan diri pada yang illahi. Dalam hal percaya ada beragam pemahaman dan itu nampak dalam Injil Yohanes 20:19-29. Pada satu pihak ada murid-murid Yesus yang melihat dan berjumpa langsung dengan Yesus yang bangkit dan langsung percaya, namun pada lain pihak Tomas yang belum melihat peristiwa itu dan karenanya tidak begitu saja percaya akan kebangkitan Yesus bahkan membutuhkan syarat baru dia mau percaya. Dari keragaman sikap yang demikian, toh pada akhirnya muncul keyakinan dan kepercayaan bahwa Yesus benar-benar bangkit dan mengalahkan kuasa maut.

Dalam Yoh 20:13-15, Maria Magdalena datang ke kubur dan menangis ketika melihat batu kubur Yesus sudah tidak ada. Kesedihan Maria itu malahan sempat membuatnya tidak mengenali Yesus yang menampakkan diri kepadanya. Selanjutnya, para muridpun pada waktu itu ketakutan dan berkumpul dalam ruang yang tertutup dan Tomas tetap pada pendiriannya bahwa: “sebelum aku melihat bekas paku pada tangan-Nya dan sebelum aku mencucukan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan tanganku ke dalam lambung-Nya, sekali-kali aku tidak akan percaya”. Bisa dibayangkan bahwa pada saat itu pasti timbul rasa jengkel dari murid Yesus yang lain karena mereka bersemangat menyampaikan kabar gembira, mengharapkan ia juga bergembira mendengarnya, ternyata dia dingin saja, malah tidak percaya. Rupanya ia sangat pesimis dan tidak gampang percaya. Dalam suasana yang mencekam dan ketidakpercayaan Tomas ini Yesus hadir dan menyampaikan salam sejahteranya bahkan dalam perjumpaannya yang langsung (ay. 27) itu serta merta Tomas percaya bahwa Yesus benar-benar bangkit. Tomas adalah orang yang sulit. Timbul pertanyaan bagi kita sekarang, orang yang sulit dan menjengkelkan seperti Tomas, kenapa harus dipilih oleh Yesus? Kalau kita, orang-orang yang sulit seperti Tomas ini sebaiknya disingkirkan saja, dijauhi, dijauhkan. Di sini bedanya Yesus dengan kita. Semua tipe orang diterima oleh Yesus, diberi kesempatan untuk menjadi murid-Nya. Ini tidak berarti karena Yesus menerima semua orang, lantas kita bisa dan boleh sembarangan.

Di dalam hidup kita, kadang-kadang kita harus bertemu dengan orang-orang yang sulit seperti Tomas. Malah kadang-kadang harus bekerjasama atau tinggal serumah dengan orang yang berkharakter seperti Tomas. Bagaimana kalau di tempat kerja/kantor kita harus bekerjasama dengan orang sulit? Lebih celaka lagi bagaimana kalau di rumah kita harus hidup bersama dengan istri yang sulit, suami yang sulit bahkan anak yang sulit? Yesus memberi sebuah contoh yang jelas bahwa: orang sulit seperti Tomas itu jangan langsung ditendang atau disingkirkan.

Orang sulit seperti Tomas itu justru harus terus DI-RANGKUL…BUKAN DI-DEPAK!!!! Yesus memperlakukan setiap orang dengan karakter masing-masing. Ada yang harus diperlalukan dengan lemah-lembut, tetapi ada juga yang harus diperlakukan dengan keras seperti Petrus. Karena itu Yesus juga merangkul Tomas sesuai dengan karakternya yaitu dengan sabar dan lemah-lembut. Mengapa? Karena karakter orang seperti Tomas adalah tidak mungkin datang kepada Yesus, karena itu Yesuslah yang datang kepadanya. Melembutkan hati orang yang sulit, keras hati dan tidak percaya adalah dengan kesabaran dan beri bukti melalui diri kita sendiri.

Bandingkan: dewasa ini kita tahu bahwa TV jauh lebih populer dari radio. Mengapa? Karena melalui TV kita melihat, sedangkan melalui radio kita cuma mendengar. Apa yang kita lihat lebih berkesan daripada apa yang kita dengar.

Bila kita betemu dengan tipe orang-orang seperti Tomas yang mau melihat baru percaya, maka upaya apa yang dilakukan sehingga pribadinya yang sulit tidak semakin sulit?

Donald Shriver, Jr., dalam bukunya Forgiveness (Pengampunan) menganjurkan dua hal yaitu: pertama, “kita harus mengatasi kenangan pahit masa lalu”. Pengampunan menjadi sulit bila, seperti kata dramawan William Faukner, “Masa lalu tidak mati dan tidak pula pergi. Ia bahkan tidak pernah lalu. Masa lau menjadi seperti luka lama yang terus kita korek-korek, sehingga jadi luka baru”. Dengan kata lain, masa lalu tak perlu ditutup-tutupi, masa lalu bisa banyak membekaskan kenangan yang menyakitkan. Ini lebih baik kita hadapi, jangan coba kita pendam. Di antara keberanian mengubur masa silam dan keterbukaan menapak masa depan, di situlah pengampunan.

Kedua, yang perlu dan bisa kita lakukan adalah menumbuhkan perasaan empati. Artinya, kita tidak melupakan perbuatannya atau membenarkan kesalahannya, tetapi berusaha mengenalnya lebih baik dan lebih lengkap. Mencoba melihat dari sudut pandangnya, berusaha berdiri di tempat ia berdiri. Bila ini kita lakukan, kesakitan dan amarah tentu tak akan hilang serta-merta. Tetapi kita akan bisa lebih memahaminya, dan karena itu kita lebih mungkin mengampuninya.

Dapat kita bayangkan betapa berbedanya suasana di negeri kita, sekiranya semua pihak bersedia saling minta ampun dan mau saling memberi ampun. Saling memgutuk dari mimbar agama pasti tak akan terdengar. Bom tak akan meledak. Kita berkesempatan untuk menjahit kembali baju ke”Indonesia”an kita yang terkoyak-koyak.

Sayangnya, yang terjadi sampai sekarang adalah, kita mengadili berdasar praduga, menghukum berdasar rasa curiga, dan menilai berdasar intuisi belaka. Saudara sendiri kita pandang sebagai ancaman. Perbedaan kita perlakukan sebagai kejahatan. Kesalahan orang lain kita eksploitir habis-habisan, sementara kesalahan sendiri terlalu gampang kita maafkan.

Marilah kita belajar dari orang sulit seperti Tomas yang juga memiliki segi positifnya. Setiap orang pasti punya kelebihan. Oleh karena itu kalau menilai orang, jangan hanya lihat segi negatifnya. Segi positif Tomas adalah sekali ia percaya, ia sungguh-sungguh, tidak gampang goyah.

Dalam sejarah gereja, Tomas menjadi perintis Pekabaran Injil ke Kerajaan Partia (kini wilayah Iran dan Irak sehingga sampai sekarang orang Kristen masih eksis di sana). Bahkan menurut tradisi gereja di India, Tomaslah yang pertama kali membawa berita Injil ke India Selatan (wilayah Malabar dan Travancore), sehingga lahir gereja Mar Thoma yang berkembang hingga kini. Sejarah mencatat bahwa ia dibunuh para penentang Injil dan kemudian dimakamkan di Mylapor, dekat Madras. Kebangkitan Yesus telah menimbulkan pengaruh yang besar bagi Tomas. Dari hati yang kecil dibangkitkan semangat hidup yang besar. Berbahagialah orang yang tidak melihat namun percaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar